Sabtu, 17 November 2012
Sepercik Kembang Api di Siang Hari
Ada sebuah kembang api yang terbakar dihati seorang gadis ketika dia bertemu dengan orang yang paling dibencinya. “ Ada apa dengan jantungku? Mengapa iramanya tak teratur dan berdetak lebih cepat dari biasanya? Apakah aku sudah gila? “ tanya gadis itu dalam hati.
Diapun tak berani menatapnya, dia hanya menunduk, karena ketika dia mulai menatap dan mata mereka beradu, semakin tak karuan jantungnya bekerja.
Diapun tak menghiraukan jantungnya yang tak bekerja seperti biasanya, karena yang sedang ada dihadapannya adalah orang yang paling dibencinya, jadi mungkin ini hanyalah rasa benci yang terlalu meluap-luap.
Keesokan harinya, hal ini kembali terulang dan kali ini lebih dahsyat goncangannya. Seolah jantungnya digetarkan oleh gempa yang maha dahsyat. Gadis inipun terduduk lemas tak tau apa yang terjadi.
Tiba-tiba saja, ada seseorang yang menghampirinya, sosoknya tua, lusuh tak terawat. Ia mengaku bernama cinta. Sosok itu menangis.
“ Kenapa anda menagis “ tanya gadis itu penasaran.
“ Karena saya diabaikan “ jawabnya sedih.
“ Siapa yang mengabaikanmu? “
“ Dua anak manusia yang saling membenci “
“ Lalu memangnya kenapa, bukannya mereka saling membenci? “
“ Tidak, mereka sebenarnya tidak saling membenci, mereka saling mencintai, tapi mereka terlalu angkuh untuk mengakui bahwa mereka saling mencintai “
“ Siapa dua anak manusia itu? “ sosok itu mengambil sebuah cermin, dan memberikannya kepada si gadis.
“ Liatlah dalam cermin itu “ tanpa bertanya, si gadis melihat dalam cermin, dan ia melihat dirinya, kebingungan.
“ Saya yang anda maksud? Tapi saya tidak sedang jatuh cinta “
“ Apa yang sering anda rasakan akhir-akhir ini, apakah anda merasakan seolah ada kembang api yang bermain dalam hati anda? Kadang terasa nyeri membakar, dan kadang terasa menghangatkan? “ gadis itu mengangguk.
“ Lalu apa yang harus saya lakukan? “
“ Hanya hati anda yang tau, dan jika anda belum mendapatkan jawabannya secepat mungkin, bersiaplah untuk merasakan sakit yang lebih dari pada ini “
“ Maksud anda? “ dan sosok itu tiba-tiba saja menghilang, meninggalkan gadis itu sendiri dengan kembang api yang masih menyala di dalam hatinya.
Ini tentang aku, bukan ini tentang kamu, tidak ini tentang kita semua.
Dahulu kala, ketika kita dilahirkan tak ada rasa apapun yang menyertai kita, tidak satupun rasa kecuali rasa kasih sayang terhadap kedua orang tua kita. Karena setiap kita membuka mata, wajah merekalah yang selalu tersenyum menyambutnya. Kita dianggap hanya bisa menangis, tak bisa berbuat apa-apa, dan itu memang benar. Tak ada masalah tak ada peraturan yang mengekang. Ah, mungkin ini adalah masa terindah dalam hidup kita, hanya ditimang dan dicurahi kasih sayang.
Hingga pada suatu hari kita dapat berjalan menapak tanah. Disinilah kita dituntut untuk belajar tentang kehidupan, meskipun secara perlahan. Kita mulai belajar tentang kupu-kupu dan daur hidupnya, mulai bertanya-tanya apakah telur atau ayam yang diciptakan terlebih dahulu. Semua kita pertanyakan, seolah jawaban-jawaban yang ada tak memuaskan kita. Kita mulai biasa berkata tidak, dengan ucapan dan bukan sekedar tangisan. Dan kita mulai berpikir . . .
Ketika waktunya tiba, setiap pagi kita akan disibukkan dengan proses belajar yang biasa kita sebut dengan sekolah. Belajar berhitung, belajar membaca dan belajar apapun tentang dunia ini. Sedikit demi sedikit kita mulai mengerti . . .
Suatu waktu, kita akan memasuki dunia remaja, usia terus bertambah, pergaulan semakin berkembang dan semakin banyak informasi yang kita serap. Bahkan ada kalanya dada kita akan merasa hangat, berdebar bahkan nyeri yang rasanya begitu tak karuan. Ada apa ini? dan kita mulai bertanya tentang rasa ini. Biasanya orang yang menyebut dirinya orang tua, mengatakan ini " Cinta Monyet " . Dan kita hanya mengiyakan saja karena pada saat itu kita tak tau apa yang sedang terjadi. Meskipun kita sadar bahwa kita bukanlah seekor monyet, kita anak manusia yang sedang beranjak dewasa. Disini kita tak akan merasa sakit, tidak terlalu, karena lagi-lagi ini hanyalah " Cinta Monyet ".
Dan kinilah saatnya, saat kita harus menghadapi dunia, saat kita harus dapat berdiri tanpa bantuan orang lain saat kita terjatuh, saat kita mulai menangis jika merasa terluka, saat kita disebut " Dewasa ". Dan kita mulai merasakan ada sebuah kembang api yang terbakar dihati kita, yang terlihat bercahaya walaupun ini siang hari.
Kembang api itu tiba-tiba muncul begitu saja, walaupun kita tak menginginkannya, walaupun kita tak mengharapkannya. Disinilah kedewasaan kita diperlukan untuk dapat mengendalikanya. Ketika kembang api itu semakin terbakar dan " dia " tak bermain bersama kita, mengapa tak kita padamkan saja? Karena nantinya, pasti, kembang api itu pada akhirnya dapat melukai kita.
Namun, ketika kita dan " dia " dapat bermain bersama-sama, kisah ini baru saja dimulai . . . .
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar